page contents
 
Fanny Jonathans Poyk 
kata apa saja yg luruh dan berubah? 

Uum G. Karyanto 
kata-kata yang berubah kalau mendapat awalan ya?

Efin Gustrizali 
Bang Uum G. Karyanto, kalau boleh ikut nimbrung, untuk masalah yang dikemukakan oleh mbak Fanny Jonathans Poyk, dapat kita gunakan kaidah morfologi.
dalam kaidah morfologi, terutama pembahasan morfem teikat, ada ketentuan penulisan sebagai berikut:
1. Bila peN/meN bertemu dengan kata dasar yang diawali fonem p/t/k/s, penulisannya luluh atau lesap.
Contoh : peN/meN + tari = penari/menari
2. Ketentuan pada kaidah pertama tidak berlaku bila peN/meN bertemu dengan kata dasar yang membentuk "cluster".
Contoh : peN/meN + protes = memprotes
Fonem "p" pada kata protes tidak hilang karena ada bentukan cluster yakni "mpr".

Efin Gustrizali Tambahan:
Penggunaan meN/peN pada kata dasar yang diawali dengan fonem p/t/k/s tidak luluh atau lesap bila hasil bentukannya akan menimbulkan makna lain.
Contoh: peN/meN + kaji tetap "mengkaji" karena bila dilesapkan menjadi "mengaji" maknanya berbeda.

Uum G. Karyanto 
Saya mungkin perlu menambahkan sbb. Ada juga kata-kata serapan dari bahasa Inggris yang mengalami perubahan bentuk jika diikuti akhiran (sufiks) yg huruf pertamanya konsonan. Contoh:'efektif'. Kata ini jika dirangkai dengan akhiran '-itas' atau gabungan imbuhan 'ke-an' menjadi 'efektivitas' dan 'keefektivan'. Huruf/bunyi akhir /f/ berubah menjadi /v/; dengan kata lain dikembalikan terlebih dahulu ke bentuk aslinya 'effective'. Demikian pula halnya dengan kata 'kreatif' yang berubah menjadi 'kreativitas' dan 'kekreativan'. Tetapi, perubahan itu tidak terjadi apabila kata-kata tersebut diikuti akhiran yang berhuruf/berbunyi awal huruf/bunyi konsonan. Kata tersebut dituliskan 'efektifkan' dan 'kreatifkan'. Bagaimana, Mbak?

Uum G. Karyanto 
Kluster adalah dua konsonan yang diucapkan sekaligus. Bunyi atau huruf /pr/ pada kata 'protes' seperti yang MbakAni Gorrell sebutkan adalah contoh kluster. Nah, /p/ pada kata 'protes' tidak luluh ketika dirangkai dengan awalan me- bukan karena berasal dari bahasa asing, melainkan karena bersama /r/ membentuk kluster /pr/. Bagaimana, Mbak?

o   

Ani Gorrell 
Terima kasih penjelasannya. Jelas sekali :) Perihal kata yg berasal dari bahasa asing, apakah berlaku aturan yg sama utk huruf p misalnya? Bagaimana dengan kata "pengaruh". Selama ini, ketika diberi awalan dan akhiran "me+i" menjadi mempengaruhi. Padahal utk huruf 'p', aturannya adalah 'p' lebur. Begitu juga dengan kata 'punya'. Apakah EYD sekarang membenarkannya menjadi 'memunyai' atau tetap mempengaruhi dan mempunyai dan dianggap sebagai pengecualian?
o   

Uum G. Karyanto 
Penulisan yang benar adalah 'memengaruhi'. Secara teoretis mestinya berlaku juga thd kata 'punya' menjadi 'memunyai'. Tetapi, dalam KBBI kata itu ditulis 'mempunyai' karena pertimbangan keserasian bunyi bahasa Indoneseia. Bentuk 'memunyai' dirasakan kurang serasi secara fonologis. Tetapi, sudah ada beberapa pihak yang mengusulkan agar dalam edisi berikutnya KBBI mengubah 'mempunyai' menjadi 'memunyai'. Untuk sementara, kita patuhi saja KBBI: 'mempunyai'. Oke?

 
Yadhi Rusmiadi Jashar 

petinju <> peninju
petembak <> penembak
petatar <> penatar

Ayo, jangan salah mengintegrasikan kata-kata tersebut dalam kalimat.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
Ketiga pasang kata tersebut, sering dipersamakan artinya dan dipertukarkan penggunaannya dalam kalimat. Padahal, Ketiga pasang kata tersebut memiliki makna yang berbeda. ketiganya memang berasal dari kata dasar yang sama, yaitu /tinju/, /tembak/, dan /tatar/. Kata /petinju/ berarti 'orang yang bertinju' dan kata /peninju/ berarti 'orang yang meninju'. Untuk membedakan arti kedua kata tersebut, ada baiknya dicermati dua contoh kalimat berikut.
1. Chris John akan bertanding melawan petinju dari Thailand.
2. Siapakah peninju kepala anak saya?
Kata /petinju/ (Nomina) pada kalimat (1) memiliki arti 'profesi, pekerjaan, atau bidang yang digeluti'. Kata /peninju/ (verba) pada kalimat (2) memiliki arti "orang yang melakukan perbuatan meninju'.
Dengan beranalog pada kata /petinju/, dibentuklah kata /petembak/, /petatar/, /peterjun/, /pegolf/, dan /pebiliar/. Semoga uraian ringkas ini semakin membuat puyeng. hehehe.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
Kata /petinju/ dan /peninju/ tidak akan dapat diterangkan pembentukannya jika hanya dilihat dari bentuk dasarnya /tinju/ yang mendapat awalan /pe-/ karena hasil akhirnya akan selalu /peninju/ dan tidak pernah terjadi bentuk /pe-/ + /tinju/ --> /petinju/. Kata /petinju/ dan /peninju/ mengikuti proses pembentukan yang lengkap seperti berikut.
1. tinju -> bertinju -> petinju -> pertinjuan
2. tinju -> meninju -> peninju -> peninjuan

o   

Uum G. Karyanto  
Baik 'petinju' maupun 'peninju' masuk ke dalam kelas kata nomina (kata benda). Silakan cek di KBBI (yang saya miliki edisi tahun 2002), halaman 1198.

o   

Uum G. Karyanto 
Ada cara sederhana untuk memastikan apakah kata tertentu tergolong kata benda (nomina) atau bukan, yaitu dengan menempatkan sebuah kata bilangan (numeralia) yang sesuai. Baik kata 'petinju' maupun 'peninju' bisa diawali dengan kata bilangan seorang, menjadi: 'seorang petinju' dan 'seorang peninju'. Hal ini menandakan kedua kata tersebut dapat digolongkan ke dalam kelas kata benda (nomina).

 
Ojho Sunusi 

 ‎"Kebetulan" kata ini sering digunakan untuk menyatakan status
misalnya "saya bukan ibu SEBAB hanya "kebetulan" saya istrinya. 

kebiasaan lisan ini sulit dihindari dalam penggunaannya, karena sudah menjadi kebisaan yang lazim, apalagi para penuturnya kebanyakkan dari istri pejabat di negeri ini, sehingga bagi masyarakat hal tersebut bukan suatu persolalan yang signifikan. lalu bagaimana dengan kita? 
o   

Uum G. Karyanto 

Ya, Bung Ojho Sunusi. Pemakaian ungkapan "kebetulan" telah menjadi semacam gejala yang unik tetapi umum dalam bertutur secara lisan. Saya memperkirakan beberapa hal terkait gejala ini. (1) Sangat mungkin awalnya hal tsb merupakan satu bentuk idiolek (ciri perseorangan dl berbahasa), kemudian berkembang menjadi suatu bentuk sosiolek (variasi bahasa yang berkorelasi dg kelas sosial atau kelompok pekerja). (2) Pemakaian ungkapan itu mungkin berkaitan dengan proses berpikir. Maksudnya, seseorang penutur perlu waktu satu atau beberapa detik untuk memformulasikan pikiran sebelum menyusun satu atau beberapa kalimat. Ungkapan "kebetulan" muncul secara spontan mengisi kekosongan waktu tersebut. Pada kasus semacam ini, ungkapan tersebut sama halnya dengan ungkapan "saya pikir ..." atau "eee..." dsb. (3) Ungkapan ini relatif tidak muncul dalam ragam bahasa tulis, kecuali ragam bahasa lisan yang dituliskan. Pada ragam yang terakhir itu ungkapan tersebut muncul bukan secara spontan, melainkan disengaja oleh penulisnya sebagai upaya memertahankan realisme cerita. Dalam mendeskripsikan percakapan, misalnya, seorang penulis cerpen sengaja menggunakan ungkapan tersebut untuk mewakili cara bertutur tokoh yang diciptakannya. Demikian kira-kira. Wallahu alam.



 
 Penggunaan “di mana” sebagai penghubung dua klausa
Yadhi Rusmiadi Jashar 


Untuk menghubungkan dua klausa tidak sederajat, bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk “di mana” (padanan dalam bahasa Inggris adalah “who”, “whom”, “which”, atau “where”) atau variasinya (“dalam mana”, dengan mana”, dan sebagainya). Penggunaan “di mana” sebagai kata penghubung sangat sering terjadi pada penerjemahan naskah dari bahasa-bahasa Indo-Eropa ke bahasa Indonesia. Pada dasarnya, bahasa Indonesia hanya mengenal kata “yang” sebagai kata penghubung untuk kepentingan itu dan penggunaannya pun terbatas. Dengan demikian, HINDARI PENGGUNAAN BENTUK “DI MANA”, apalagi “dimana”, termasuk dalam penulisan keterangan rumus matematika. Sebenarnya, selalu dapat dicari struktur yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia. 

o   

Efin Gustrizali 
 penggunaan "di mana" sedapat mungkin dihindarkan, baik ragam lisan maupun ragam tulis. Hal ini disebabkan penggunaan "di mana" akan membentuk konstruk introgatif. Bentuk ini akan memerlukan jawaban dari penggunaan "di mana". Satuan bahasa yang mengikutinya akan berwujud kata di sana atau di situ.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
‎/Di/ dalam kata /di manakah/ adalah kata depan (bukan imbuhan di-) yang dipakai untuk menanyakan tempat. Jadi, cara menulisnya harus dipisah. Kata depan /di/, /ke/, dan /dari/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali dalam gabungan kata yang udah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti /kepada/ dan /daripada/.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
Bang Cepi, untuk konstruksi kalimat yang dicontohkan Abdian, kata yang tepat adalah "tempat" atau mungkin kata lain dengan mengubah konstruksi kalimatnya. Akan tetapi, dalam konteks penghubung antarklausa, penggunaan /di mana/ harus dihindari dan dapat diganti dengan /yang/.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
Kata yang benar /Di manakah/.